November 21, 2024

Rektor Baru dan PR Undip yang Tercecer

SUDAH SAATNYA UNDIP MEMBERI RUMAH YANG LAYAK BAGI ILMUWAN PROFESIONALNYA

Ketika hasil Riset-Riset Undip tak Bertuan

SAYA bangga dengan salah satu laboratorium di fakultas almamater saya. Dulu namanya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Sekarang fakultas itu namanya makin keren; Fakultas Sain dan Matematika.

Di satu lab fakultas itu, ada laboratorium kelas internasional. Tepatnya di lab Fisika. Sory bukan di Lab Matematika, jurusan di mana saya sempat mencicipi ilmunya yang sering membuat puyeng. Tapi jurusan matematika dulu dan sekarang sudah laiknya bumi dan langit.

Jurusan yang satu ini untuk bisa lulus 5 tahun sarjana, dulu sudah sangat luar biasa. Banyak mahasiswa yang ngendok sampai enam, tujuh bahkan delapan tahun baru wisuda. Sekarang, anak Matematika bisa lulus 3,5 tahun. Saya tidak mampu membayangkan mesti bagaimana belajarnya. Ilmu yang sebegitu rumitnya bisa diselesaikan dengan super cepat.

Bisa jadi, generasi gen-Z ini lebih cerdas dari era saya dulu, era tahun 80-90an. Tapi sudahlah. Gak usah pusing soal Matematika. Sing penting wis lulus.

Lab Internasional Fisika Undip

Saya tiga kali menyambangi lab fisika itu. Karena sahabat pedjoang yang juga ilmuwan sejati bertahan di sana. Awalnya saya datang untuk kangen-kangenan. Di depan lab itu ada foto-foto ilmuwan besar dunia. Para peraih hadiah nobel, terkait fisika. Sahabat saya ini menerangkan mereka-mereka yang ada di foto-foto itu. Dengan sangat antusias.

Masuk ke lab itu, seperti masuk ke industri penelitian. Orang sibuk. Lalu lalang. Ada yang sedang berdiskusi. Ada yang sedang mengutak-atik peralatan entah apa. Ada satu ruangan yang kalau saya masuk baunya sangat menyengat. “Sory ini lab khusus untuk uji coba enzim untuk penetral limbah industri,” ujar sahabat saya itu.

Saya kemudian diajak untuk melihat produk-produk riset yang sudah aplikable. Bukan hasil riset yang kaleng-kaleng. Sudah bisa diaplikasikan. Di dunia nyata. Dan ini yang penting; Hasil risetnya sangat bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak.

“Menghargai riset adalah cermin intelektualitas pemimpin. Kalau masih juga menyelepekan kerja-kerja mereka, ini sungguh-sungguh problem mentalitas dan komitmen. Komitmen dan mentalnya bisa jadi masih bengkok-bengkok.”

Teknologi temuannya berbasis Ozon. Dan sangat maju. Bahkan satu-satunya di Indonesia dan paling hebat se Asia Tenggara. Produk ozon itu sangat bermanfaat untuk proses pengawetan produk sayur. Ada juga produk turunan dari teknologi ozon itu yang bermanfaat untuk kesehatan.

Khusus yang sudah masuk sektor produksi, bermanfaat untuk pengawetan produk horti. Seperti sayur, kentang dan tomat, dll. Selama ini, ketika petani yang baru panen, langsung berhadapan dengan daya tahan sayun yang hanya itungan jam. Panen sayur setelah itu mesti segera dijual. Kalau tidak kualitas turun atau busuk menjadi sampah.

Dengan teknologi ozon, maka produk sayur bisa bertahan sampai seminggu. Kalau saat panen tiba harga lagi jatuh, maka bisa disimpan dulu. Petani sangat diuntungkan. Khusus produk yang satu ini sudah diproduksi dan sudah bisa dijual ke kelompok tani.

Di Medan, produk horti sayuran dikembangkan menjadi industri pasta berbasis koperasi. Teknologi ozon ini berperan penting dalam proses produksi itu. Dan sahabat saya ini tokohnya, saat menggalang proses pembangunan pabrik pasta itu. Sampai jadi.

Prosesnya sangat rumit. Karena melibatkan banyak kementerian. Hanya pedjoang bermental tangguh yang hanya bisa menyelesaikan karya besar ini. Awal-awal pembangunannya, banyak yang menyepelekan. Setelah jadi dan menguntungkan, sekarang jadi rebutan banyak pejabat. itulah Indonesia.

Ada value addad yang terjadi dengan teknologi ozon. Dan itu lahir dari lab Fisika dari fakultas saya, yang sangat membanggakan itu.

Produk turunan ozon begitu bayak ketika masuk ke dunia kedokteran. Produk yang sudah terjual adalah penyembuh luka. Izinnya bahkan sudah turun. Tapi begitu teknologi ozon masuk untuk menangani jenis penyakit lain seperti strok, jantung, gagal ginjal, dan lainnya, sahabat saya ini merasa menghantam tembok China yang tebal dan keras.

Regulasi dan sikap mental dunia kedokteran tidak “suka” dengan teknologi baru berbasis ozon. Ini lebih karena industri kedokteran sudah sangat kapitalis. Sehingga anti inovasi baru yang dianggap bisa mengancam pemain lama yang sudah mengurat akar.

Jaringan Riset Internasional

Senior saya di Kahmi Semarang ini langkahnya memang aneh dan ngedhab-ngedhabi. “Riset mesti lintas disiplin ilmu dan mesti jejaring internasional,” jelasnya.

Saya agak paham. Bagaimana teknologi ozon temuannya bisa masuk ke dunia pertanian, ke dokteran pasti membutuhkan disiplin ilmu yang lain. Tanpa itu, menurutnya, jangan harap bisa menghasilkan riset yang memproduksi temuan yang optimal.

Tiga minggu yang lalu, sengaja saya ajak Dr. dr Setiorini, doktor dan spesialis Patologi Anatomi dari FK Unissula. Bu dokter yang satu ini menurut saya juga dokter yang langka, denga riset-riset yang out of the box. Hari ini, bu dokter sedang merancang riset tentang Rehabilitasi DNA. Satu ilmu kedokteran yang paling maju ketimbang stemcell yang sudah menjadi industri yang sangat kapitalis.

Kata bu dokter ini, kalau rehabilitasi DNA terjadi, maka tubuh akan bisa melakukan proses stemcell secara mandiri. Dari dalam tubuh. Tidak usah disuntik-suntik dari luar. Prosesnya juga jauh lebih murah ketimbang stemcell.

Dua makhluk hebat inipun bertemu. Di lab Fisika Undip. Saya sangat menikmati diskusi dua orang hebat itu. Keduanya tidak hanya mumpuni soal kualitas keilmuannya. Tapi baik sahabat saya maupun bu dokter adalah orang-orang hebat berjejaring internasional.

Sahabat saya memelihara jaringan riset internasional sejak ambil S2 dan S3 di Jerman. Sedangkan bu dokter hampir semua negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Jordania dan beberapa negara lain menjadikan bu dokter Unissula ini sebagai konsultan. Karena riset-riset bu dokter di Indonesia tidak laku tapi sangat dihargai di luar negeri. Itulah Indonesia. Lagi.

Kerajaan Saudi akhirnya membuka lagi jamaah Umroh setelah saya beri masukan soal Covid, ujar bu dokter kepada saya beberapa waktu lalu.

Ketika bicara soal rehabilitasi DNA ditinjau dari ilmu fisika, sahabat saya itu menyatakan menarik dan sangat mungkin. “Yah ternyata inti dari sel bisa direkayasa. Bisa direhabilitasi,” ujar sahabat saya itu. Dua orang hebat itu kemudian bertukar jurnal. Dan bersepakat untuk berkolaborasi untuk meriset hal-hal yang bermutu dan bermanfaat untuk banyak orang. Riset untuk rakyat dan bangsa.

PR Buat Undip

Kerja keras Profesor yang hebat ini, dengan temuan yang hebat dan diakui dunia apakah Undip secara internal menyambutnya dengan riang gembira? Ternyata tidak. Sudah dua rektor dilapori soal riset-risetnya yang sudah terbukti sukses, memberi kontribusi untuk kepentingan rakyat dan bangsa, responnya dingin-dingin saja.

Sahabat saya ini punya tanggung jawab moral yang dia jaga dengan komitmen tinggi. “Saya dibesarkan oleh Undip. Tidak mungkin saya lari untuk kepentingan bisnis. Saya bukan tipe pengkhianat,” jelasnya.

Yang diminta sahabat saya ini pun tidak muluk-muluk. Hasil riset itu ada hak paten. Ada pembagian royalti. “Saya ingin ada tata kelola yang jelas dan bagus,” jelasnya. Paten itu mesti milik Undip. Tapi sampai sekarang riset-riset yang sudah aplikable ibarat rumah tidak bertuan.

Riset-riset yang hebat-hebat itu, bagi rektor-rektor sebelumnya, bisa jadi menjadi satu hal yang tidak penting. Bisa jadi target yang dipikirkannya berbeda.

Kalau profesor di luar negeri selalu ada karya kongkrit yang terkait dengan problem sosial kemasyarakatan secara langsung. Jadi seorang Profesor selalu tenggelam di riset-risetnya. Tenggelam bersama rakyat. “Kalau di sini berbeda jauh. Makanya kalau standard luar negeri berlaku, di sini banyak profesor yang dipecat,” ujarnya sambil terkekeh lepas.

Saya jadi teringat Rektor baru Undip. Prof Dr Suharnomo. Meski saya di Matematika Undip, dulu saya sering bercengkerama di ruang redaksi EDENTS. Majalah fakultas ekonomi Undip yang keren itu.

Riset-riset yang hebat-hebat itu. Yang terbukti sangat bermanfaat bagi rakyat jelata, sudah saatnya diberi ruang yang terhormat. Dihargai sebagai hasil kerja intelektual yang berbobot. Dan pasti bakal mengerek nama besar Undip.

Percayalah, menghargai riset adalah cermin intelektualitas pemimpin. Kalau masih juga menyelepekan kerja-kerja mereka, ini sungguh-sungguh problem mentalitas dan komitmen. Komitmen dan mentalnya bisa jadi masih bengkok-bengkok.

Selamat berkarya mas Harnomo. Sukses selalu, keren dan jozz. (guntoro soewarno)


Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *