Perlu ada Jihad dengan Semangat Baru dan Terbarukan
“Kita kembali ke medan jihad dengan semangat baru dan terbarukan. Kita memasuki arena jihad pendidikan, jihad sains dan teknologi, jihad profesi, jihad ekonomi, jihad politik. Khusus umat Islam Indonesia, kita perlu meyakinkan diri tidak mustahil peradaban masa depan yang harmonis dengan Islam berkembang dari Indonesia.”
Oleh : Prof. Dr. Muhammad Nur*)
PENGALAMAN bermalam-malam di Mina, 2-3 malam di hari-hari tasryk sangatlah mengesankan bagi para jamaah haji. Wukuf di Arofah adalah puncak ibadah haji, namun nikmatnya dalam berhaji, ditinjau dari aspek sosial dan kemasyarakatan adalah perkemahan di Mina.
Jamaah yang terkoordinir di dalam maktab masing masing berada dalam tenda-tenda yang berdampingan satu dengan yang lainya. Mereka belum tentu satu daerah, satu negara mungkin saja dengan jamaah yang berasal dari negara lain.
Masa-masa di perkemahan Mina merupakan masa menunggu giliran untuk melempar Jumrah. Masa yang sangat baik digunakan mengenal sesama dan/atau berzikir mengingat Allah Azza wa jalla. Bermalam dalam berbilang hari itu sendiri merupakan bagian dari zikir.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 203 yang artinya: “Dan berdzikirlah
(dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan
(keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya” (Q:2:203).
Syariat Berkurban dan Jumrah
Nabi Ibrahim meninggalkan Ismail dan bunda Siti Hajar di Mekah. Di negeri tanpa penghuni ketika itu. Nabi Ibrahim sepenuhnya memasrahkan kepada Allah nasib anak dan isterinya. Kepasrahan seorang Nabi yang pernah dibakar oleh Raja Namrud.
Pada masa umur Ismail beranjak dewasa, Ibrahim kembali ke Mekah untuk melihat anak dan isterinya.
Dikisahkan pada masa itu, Nabi Ibrahim AS menerima perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS.
“Keterpaduan ibadah pada hari-hari Tasyrik dari kaum muslimin di seluruh dunia dan yang sedang di Mina, bertakbir dan bertahmid, berkurban, melempar jumrah selayaknya menyadarkan kita bahwa umat islam harus berjuang dalam semua lini.”
Perintah tersebut difirmankan oleh Allah Quran surat As Saffat ayat 102-109: “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar (102). Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim)
meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah), (103). Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim,(104), sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan (105). Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (106). Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar (107). Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian(108).“Salam sejahtera atas Ibrahim.”(109).
Nabi Ibrahim AS sepenuh imannya berusaha mematuhi perintah Allah, segera melakukan penyembelihan. Iblis seperti janjinya, selamanya tak rela atas kepatuhan manusia kepada Allah.
Iblis menggoda dan mengganggu Nabi Ibrahim AS agar membatalkan niatnya. Atas godaan iblis tersebut, Nabi Ibrahim AS pun mengambil tujuh buah batu dan melemparkannya ke iblis. Lemparan tujuh batu pertama ini disebut dengan jumrah Ula (pertama).
Iblis tetap berusaha menggagalkan niat nabi Ibrahim mematuhi perintah Allah. Iblis mencoba menggoda istri Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar. Hasutan iblis tak menggoyahkan Siti Hajar. Bunda Hajar tetap mendukung niat suaminya. Hajar melempari iblis dengan batu. Napak tilas posisi pelemparan tersebut yang kini dikenal jumrah Wustha (pertengahan).
Siti Hajar tak tergoyahkan, peluang terakhir adalah menggoda Nabi Ismail AS . Iblispun mendapat lemparan batu dari Nabi Ismail AS. Nabi Ismail AS berkeyakinan bahwa perintah langsung dari Allah SWT
harus dilaksanakan. Lemparan dari Nabi Ismail AS pada posisi yang dikenal sebagai jumrah Aqabah.
Ujian demi ujian itu dilewati sudah. Oleh karenanya, Allah SWT menebus penyembelihan Nabi Ismail AS, dengan menukar Nabi Ismail AS dengan seekor domba.
Berkurban di hari Tasyrik
Pada hari-hari Tasyrik 11,12,13 Zdul Hijjah, umat muslim di seluruh dunia dan yang sedang di Mina melakukan tiga hal penting;
- Bertakbir dan bertahmid
- Berkurban dengan menyembelih hewan kurban
- Melempar jumrah (bagi jamaah haji di Mina).
Kegiatan berkurban seluruh dunia, bertakbir, bertahmid dan melempar jumrah di Mina tak dapat dipisahkan. Tradisi berkurban dengan hewan (domba, unta, sapi) diperintahkan oleh Allah dalam surat Al Kautsar.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”
(Q:108:1-3).
Pada ayat kedua dalam surat Al Kautsar tersebut Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berkurban. Berkurbanlah! Perintah Allah. Berkurban dengan memotong hewan adalah kurban yang
minimal yang diperlukan oleh setiap pribadi sebagai latihan.
Mengumpulkan sebagian dari rezeki nikmat Allah yang kita terima, dan menyerahkan sebagai hewan qurban. Selain itu kita dihadapkan dengan persoalan persoalan keseharian dalam kehidupan kita kadang meminta pengorbanan-pengorbanan yang lebih berat. Pengorbanan-pengorbanan
yang lebih berat ini kadang terhalang karena adanya godaan Iblis.
Mengalahkan Iblis selamanya menjadi sesuatu yang relevan. Melempar jumrah merupakan tindakan-tindakan simbolik yang meminta penerapannya dalam kehidupan nyata. Seorang mukmin perlu memenangkan peperangan dengan godaan syaitan atau iblis yang terkutuk.
Tindakan-tindakan mulia penuh pengorbanan untuk memuliakan manusia dan kemanusiaan harus terus dilakukan secara individu maupun berjamaah. Melontar jumrah adalah tamsil perlawanan selamanya manusia sejak jaman Nabi Adam As sampai hari kiamat terhadap setan.
Melontar jumrah adalah simbol kutukan kepada unsur kejahatan yang sering membinasakan manusia.
Lebih jauh lagi, pengorbanan dan perjuangan untuk sesuatu yang lebih baik tanpa gangguan iblis dan setan harus dilakukan oleh umat Islam secara bersama sama.
Pengorbanan dan perjuangan melalui profesi, kepakaran, keahlian, pengaruh, bakat dan talenta dari umat
Islam sangatlah dibutuhkan. Kegiatan ibadah umat pada hari-hari tasyrik mampukah kita mentrasformasinya menjadi kekuatan baru?
Mungkinkah kekayaan yang dimiliki, kepakaran teknologi, kekuatan ekonomi, budaya dan politik setiap individu dan kelompok muslim, dapat menjadi perangkat perjuangan umat Islam?
Semangat Pembaruan Jihad
Pengorbanan dan perjuangan untuk mempersiapkan generasi penerus perlu menjadi perhatian yang serius. Perubahan yang sedang dan terus berlangsung karena perkembangan teknologi akan memberikan tantangan berat pada generasi mendatang.
Umat Islam harus tampil menjadi solusi untuk bangsa, negara dan kemanusiaan seluruh dunia menawarkan kehidupan yang lebih holistik. Keterpaduan ibadah pada hari-hari Tasyrik dari kaum muslimin di seluruh dunia dan yang sedang di Mina, bertakbir dan bertahmid, berkurban, melempar jumrah selayaknya menyadarkan kita bahwa umat islam harus berjuang dalam semua lini. Kita kembali ke medan jihad dengan semangat baru dan terbarukan.
Kita memasuki arena jihad pendidikan, jihad sains dan teknologi, jihad profesi, jihad ekonomi,
jihad politik. Khusus umat Islam Indonesia, kita perlu meyakinkan diri tidak mustahil peradaban masa depan yang harmonis dengan Islam berkembang dari Indonesia. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
walillahil hamdu.
*) Prof. Dr. Muhammad Nur, Peneliti pada Center for Plasma Research , Universitas Diponegoro Semarang